Kamis, 24 Oktober 2024

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

 


Hai teman-teman, Assalamu’alaikum.😊😊😊

Lama sekali saya tidak menulis di blog saya ini. Kali ini saya sedang menempuh Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11. Adakah disini teman-teman yang berminat mengikuti program ini? Yuk teman-teman, kali ini saya ingin berbagi ilmu dan pengalaman saya selama mengikuti guru penggerak.

Pendidikan guru penggerak mampu mengubah pemikiran saya sebagai seorang guru. Melalui program ini saya paham, bahwa pembelajaran yang kita lakukan haruslah berpihak pada murid, bukan berpihak kepada guru. Seorang tokoh bernama Bob Talbert mengungkapkan :

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

Berdasarkan kutipan tersebut di atas, jika dikaitkan dengan proses pembelajaran maka dapat dimaknai bahwa sebagai seorang pendidik, tugas utama kita adalah menuntun murid sesuai kodratnya. Dalam hal ini penyampaian materi dalam suatu pembelajaran memanglah hal yang penting, namun memberikan pengajaran akan proses kehidupan dan nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan jauh lebih penting. Dengan demikian murid akan dapat mempersiapkan dirinya dalam kehidupan mereka kedepannya.

Ketika saya belajar Modul 3.1, saya mulai memahami bagaimana mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Bahwa sebagai pemimpin pembelajaran, pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal sangat dibutuhkan oleh seorang guru atau kepala sekolah, sebagai pemimpin harus meminimalisir dampak negatif dari keputusan yang dibuat, dan sebagai seorang pemimpin harus mampu menciptakan iklim pembelajaran yang positif yang mana pastinya berpihak pada murid guna menghasilkan pendidikan yang berkualitas.

Menurut teman-teman, bagaimana pembelajaran yang berkualitas itu? Apakah dengan memberikan materi dengan tuntas? Ataukah dengan mengetahui murid-murid paham materi lalu mendapatkan nilai 100?

Seorang tokoh bernama Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengungkapkan,

Education is the art of making man ethical.

“Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.”

Yah, dari apa yang diungkapkan belia bisa kita pahami bahwa pendidikan bukan sekedar mentransfer ilmu, namun sebuah seni untuk membentuk karakter dan attitude seseorang. Karena, seseorang yang berpendidikan tidak akan ada maknanya jika tidak diimbangi dengan perilaku etis nan baik.

Lantas jika membahas filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka dikaitkan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai pemimpin itu seperti apa?

Teman-teman guru yang berbahagia, ketika kita diposisi “Ing Ngarso Sung Tuladha” maka kita harus menjadi pemimpin yang posisinya di depan, yaitu memberikan teladan. Ketika kita diposisi “Ing Madya Mangun Karsa”, maka kita harus menjadi pemimpin yang posisinya di tengah, yaitu memberikan semangat dan motivasi. Sedangkan jika kita diposisi “Tut Wuri Handayani”, maka kita harus berada diposisi belakang, bahwasannya seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan dan dukungan serta arahan untuk menggapai apa yang dicitakan.

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan.

Sebagai seorang guru, tentu kita memiliki nilai-nilai yang kita jadikan pedoman dalam kehidupan kita. Beberapa nilai tersebut diantaranya berpihak kepada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif. Nilai-nilai tersebut dapat kita jadikan sebagai tumpuan dalam mengambil suatu keputusan. Sebab ketika keputusan diambil berdasarkan nilai-nilai yang baik, maka tidak menutup kemungkinan hasil yang akan diperoleh pun juga akan baik, dan mampu menaungi harapan semua pihak. Yang mana tentunya juga dapat meminimalisir dampak negatif kedepannya.

Pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan “Coaching”.

Coaching merupakan salah satu paradigma berpikir memberdayakan yang bisa dilakukan dalam supervisi akademik. Karena melalui coaching, menggunakan alur TIRTA (Tujuan umum, Identifikasi, Rencana aksi, dan TAnggung jawab)  seseorang (coach) dapat mengambil keputusan dalam pendampingan diri rekannya melalui penggalian potensi-potensi yang dimiliki oleh rekan tersebut (coachee). Sehingga rekan tersebut dapat memberikan solusi dari apa yang dihadapi secara mandiri, dan tentunya akan lebih mudah dilakukan dan dipertanggungjawabkan sebab berasal dari potensi dan pemikirannya sendiri.

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika.

Sebagai seorang guru, tentu harus mampu menguasai diri dalam kontrol sosial dan emosional di dalam dirinya. Ketika akan mengambil suatu keputusan yang pelik, guru harus berupaya menenangkan diri dengan teknik STOP (Stop, Take a breath, Observe, Proceed) sehingga dapat menghasilkan mindfullness (kesadaran penuh). Dalam kondisi yang seperti ini, tentu akan lebih tenang dan secara sadar dapat menghasilkan keputusan yang lebih maksimal dan dapat meminimalisir kesalahan.

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali pada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Apakah teman-teman pernah menghadapi permasalahan atau kasus di tempat bertugas? Ketika seorang guru telah berpedoman dengan nilai-nilai kebajikan (kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, kepedulian, keadilan, dsb) maka guru tersebut akan dengan mudah dapat membedakan permasalahan yang dihadapi tergolong kedalam bujukan moral ataukah dilema etika. Ketika permasalahan yang dihadapi masuk kedalam bujukan koral, tentu guru akan dengan mudah menyadari dan memahami untuk menghindarinya. Namun jika permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika yang dianalisis dengan paradigma prinsip serta 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, maka guru tersebut akan berusaha kuat dan berupaya mengambil keputusan yang terbaik dari segala pilihan keputusan baik yang ada.

Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.

Pada saat seorang pemimpin pembelajaran telah melakukan uji langkah pengambilan keputusan, dan permasalahan yang dihadapi adalah dilema etika tentu tujuan utama beliau dalam mengambil keputusan adalah untuk menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Tentunya harus ditentukan paradigma mana yang akan dipilih, langkah utama apa yang akan diambil, siapa saja yang dianggap dapat membantu memudahkan dalam pengabilan keputusan.

Tantangan di lingkungan saya untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan.

Adapun tantangan yang ada di dalam lingkungan saya dalam pengambilan keputusan ialah masih adanya perbedaan dalam cara melihat suatu permasalahan, serta perbedaan pemikiran dan pendapat akan suatu hal. Belum lagi jika ada ‘gap’ didalam lingkungan tersebut. Sehingga akan muncul individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan kasihan, serta kebenaran lawan kesetiaan. Dengan demikian tentunya perlu keberhati-hatian dalam pengambilan keputusan, agar tidak menyakiti perasaan satu dengan yang lain, dan tetap mengutamakan keberpihakan pada murid.

Pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid.

Pembelajaran haruslah berpihak pada murid, sedangkan kondisi murid kita beragam. Kita harus memperhatikan kebutuhan para murid, kesiapan murid, dan bahkan minat serta profil murid. Ketika seorang pemimpin pembelajaran telah memahami kebutuhan murid, maka akan dengan mudah memutuskan langkah apa yang akan diambil. Bisa dilakukan dengan pembelajaran berdiferensiasi konten, proses, ataupun produk. Sehingga pembelajaran yang dilakukan mampu mengakomodir kebutuhan belajar murid dan tujuan pembelajaran yang diharapkan pun akan dengan mudah tercapai.

Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid.

Setiap murid terlahir dengan potensinya masing-masing. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangan yang melekat di dalam diri mereka. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran tentu harus mampu mengambil keputusan yang bemuara dalam menggali potensi-potensi terbaik muridnya. Yang mana dapat dilakukan dengan memberikan dorongan agar murid dapat emmunculkan motivasi intrinsik di dalam dirinya untuk melakukan hal-hal baik yang berguna bagi kehidupannya di saat ini maupun di masa yang akan datang. Dengan demikian keputusan yang diambil akan tertanam dan menghasilkan manfaat baik masa kini ataupun nanti.

Kesimpulan akhir modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin jika dikaitkan dengan modul sebelumnya.

Saat mengambil keputusan, kita harus memahami murid kita, serta menuntun murid sesuai kodratnya mencapai kebahagiaan mereka (modul 1.1). dengan berpegang pada nilai dan peran guru penggerak, seorang pemimpin pembelajaran mengutamakan keberpihakan kepada murid (modul 1.2). Harus berpedoman dalam nilai-nilai kebajikan dan prinsip yang ada, disusun berdasar alur BAGJA (Buat Pertanyaan – Ambil Pelajaran – Gali Mimpi – Atur Eksekusi – Jabarkan Rencana) sesuai dengan visi dan harapan yang diimpikan (modul 1.3). Dengan keputusan yang diambil mampu memaksimalkan motivasi intrinsik dari dalam diri murid untuk melakukan kebaikan di dalam kehidupan mereka (modul 1.4). Keputusan yang diambil berdasarkan kebutuhan belajar murid dengan pembelajaran berdiferensiasi sehingga membuat murid merasa diterima (modul 2.1). Dalam kondisi mindfullness dan proses coaching yang baik, maka keputusan yang diambil dapat sesuai dengan kebutuhan murid kita dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki (modul 2.2 dan 2.3).

Pengambilan keputusan dalam situasi moral dilema.

Tentu sebagai pemimpin pembelajaran kita pernah mengalami dilema moral/etika. Ya, meskipun itu tanpa kita sadari belum sesuai dengan alur paradigma dan pengambilan keputusan pasti kita akan berupaya memberikan keputusan yang terbaik untuk murid kita. Tentunya hal yang berbeda setelah mempelajari modul pengambilan keputusan, karena keputusan yang diambil bisa dilakukan dengan tata cara dan alur yang lebih runtut dan sistematis sesuai dengan paradigma dan prinsip pengambilan keputusan.

Dampak mempelajari modul Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin.

Hal yang tadinya tidak kita lakukan dalam pengambilan keputusan, dapat kita lakukan setelah mempelajari modul ini, misalnya kita jadi lebih memahami prinsip pengambilan keputusan mana yang akan kita jadikan tumpuan (berbasis hasil akhir kah? Berbasis peraturan kah? Atau bisa jadi berbasis rasa peduli), lantas bisa dilanjutkan dengan menguji apakah permasalahan tersebut masuk dilema etika atau bujukan moral dengan  melakukan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan. Dengan demikian penyelesaian masalah yang dilakukan dapat dilakukan dengan terstruktur sehingga dapat menghasilkan keputusan yang sesuai dengan harapan. Tentunya dengan berkolaborasi bersama pihak-pihak yang dirasa dapat memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan.

Pentingkah mempelajari modul Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin?

Tentu penting dong, karena sebagai manusia pasti selalu dihadapkan dengan suatu masalah. Layaknya masakan akan hambar tanpa garam. Demikian dengan hidup, masalah dapat memberikan rasa di kehidupan kita dan akan menempa kita emnjadi lebih kuat. Dengan mempelajari modul ini, kita dapat memiliki pengetahuan dalam penyelesaian masalah yang terjadi dengan pengambilan keputusan yang lebih teliti, dan tidak terburu-buru. Dengan belajar modul ini, kita bisa mengukur sejauh mana keputusan yang diambil dapat berdampak positif untuk saat ini maupun nanti.

 

Kita uda di penghujung pembahasan kali ini nih, jika teman-teman memiliki saran ataupun ada hal yang ingin didiskusikan, boleh nih kita sharing bersama dikolom komentar. Saya tunggu yaaa... ^^


Kamis, 02 Juli 2015

Jejakku di Zamrud Khatulistiwa


        Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki penduduk terpadat di dunia. Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki berbagai macam keanekaragaman alam yang sangat memukau dan harus dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata. Dengan datang langsung dan menjelajahi negara Indonesia, maka kita dapat melihat betapa luar biasanya Mahakarya Indonesia yang tak kalah dibandingkan tempat-tempat terkenal di luar negeri sana.

Penduduk Indonesia tersebar dari berbagai macam wilayah yang ada, mulai dari perkotaan, pedesaan hingga tempat terpencil yang sangat susah untuk dijamah. Berbagai macam bidang kehidupan pun tersebar di dalam adat dan kebiasaan masing-masing masyarakatnya. Adat dan budaya antara masyarakat di daerah yang satu dengan daerah yang lain tentunya memiliki ciri khas dan berbeda-beda keunikan.

Pernahkah anda menjelajah dan mengelilingi beberapa daerah yang ada di negara Indonesia dan menikmati keadaan alam yang ada disana? Setidaknya wilayah terdekat dari tempat tinggal kita. Yah, sebagai bangsa Indonesia, sudah seharusnya kita menjelajah, mengelilingi negara kita. Melihat berbagai macam kemegahan Mahakarya masyarakat Indonesia, yang mampu menjadi daya tarik wisata dan menjadi salah satu sumber ekonomi masyarakat Indonesia nantinya.

Banyak sekali destinasi wisata di negara kita yang terbentuk oleh keajaiban alam. Namun tahukah kalian? Bahwa juga ada beberapa destinasi wisata yang masih belum terjamah, yang mana destinasi wisata ini tanpa sengaja dulunya adalah terbentuk karena adanya campur tangan karya bangsa Indonesia. Sebut saja ‘bedel’ namanya.

‘bedel’ atau yang biasa dikenal dengan sebutan bukit kapur, ini adalah salah satu tempat wisata yang patut untuk dikunjungi oleh masyarakat Indonesia. Lokasinya berada di Pulau Garam (sebutan untuk Pulau Madura). Tempat ini dulunya adalah sebuah perbukitan kapur, yang mana disini adalah sebuah tempat yang menjadi sumber pencaharian masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Masyarakat di wilayah ini, mayoritas bermatapencaharian sebagai penambang kapur di perbukitan kapur yang ada di daerah Bangkalan Madura. Uniknya, sebuah bukit kapur yang terdiri dari bebatuan kapur, yang telah banyak digali dan ditambang tersebut kini tanpa sengaja telah menjadi sebuah lokasi yang indah. Membentuk beberapa macam pahatan-pahatan yang sangatlah luar biasa. Dan pahatan-pahatan ini tanpa sengaja dibuat oleh para penambang untuk mengambil kapur-kapur yang ada di perbukitan tersebut.

Masyarakat bergotong royong dan saling bahu membahu menambang kapur yang ada di bukit ini. sungguh, nilai-nilai luhur nenek moyang masih sangat dipertahankan hingga kini. Mereka bergotong royong mencari batuan kapur, dengan menggali dan membelah perbukitan yang ada. Dengan penuh kesabaran masyarakat sekitar saling bekerja sama menjaga dan merawat perbukitan tersebut, agar senantiasa tetap menjadi sebuah sumber mata pencaharian mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup yang semakin melonjak.

Tahukah kalian betapa indahnya hasil sisa galian masyarakat tersebut? Sungguh tanpa mereka sengaja, serta tanpa mereka sangkakan, bekas galian dan bekas pekerjaan mereka itu kini menjadi sebuah pemandangan yang sangat luar biasa. Menjadi sebuah karya seni buatan manusia yang dipadukan oleh alam. Sebuah Mahakarya Indonesia yang luar biasa.

Hamparan Bukit Kapur

bukit kapur yang menjulang tinggi


            Beberapa gambar diatas, hanyalah sebuah gambar kecil saja yang saya ambil dari luasnya perbukitan Mahakarya masyarakat Indonesia. sebuah langkah yang sederhana, namun menjadi karya seni yang sungguh begitu indah. Terlihat pahatan-pahatan di pinggiran perbukitan yang nampak seperti sengaja dibuat. Namun tahukah anda jika itu tidaklah dibuat karena unsur kesengajaan? Masyarakat sekitar hanya berniat untuk menggali, dan mengambil batuan kapur yang ada di perbukitan. Dengan teknik bertingkat dilakukan oleh masyarakat sekitar dengan ‘telaten’ dan gigih untuk memudahkan mengambil bongkahan batuan kapur. Hingga tanpa disengaja membekaslah menjadi sebuah ornamen yang nampak seperti pahatan yang sengaja dibuat.

Teknik pahatan berundak untuk mempermudah pengambilan batu kapur

            Berdasarkan contoh kecil kehidupan nyata ini, dapat menjadikan sebuah sumber destinasi wisata yang begitu mengharukan. Sebuah karya seni yang begitu indah. Nampak sebuah pahatan kehidupan dalam rona ketidaksengajaan. Yang kita temukan bukanlah pahatan di dinding, namun pahatan di perbukitan kapur. Dan yang lebih mencengangkan adalah, alat yang mereka gunakan tak jauh beda dengan alat jaman dahulu yang digunakan oleh nenek moyang kita. Belum ada alat berat yang mereka gunakan untuk mengambil batuan kapur yang ada. Hanya beberapa alat gali sederhana yang senantiasa menemani pekerjaan masyarakat tersebut. Namun Maha Besar Tuhan, tanpa disengaja semua itu menjadikan bekas yang sungguh luar biasa.

nampak beberapa alat sederhana

            Sebuah pelajaran hidup yang sangatlah luar biasa. Bermula dari niat untuk mempertahankan hidup, bermodalkan keteguhan hari, semangat bergotong rooyong dan kesabaran dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup, namun membekaskan sebuah karya yang sangatlah indah. Yah, sebuah unsur ketidaksengajaan, sebuah kesungguhan, yang menjadikan Mahakarya Indonesia untuk dapat menjadi aset pariwisata bangsa nantinya.

Selasa, 30 Juni 2015

Jejak Nostalgia dalam Bingkai Mahakarya Indonesia


Negara Kesatuan Republik Indonesia


Mahakarya Indonesia yang ada dan dapat dinikmati saat ini, tentu tak luput dari kajian tentang jaman purba. Tahukah kamu kalau sejak jaman purba dulu kepulauan Nusantara sudah dihuni manusia? Saat itu, jaman peradaban batu terjadi dua golongan perpindahan bangsa dari daratan Asia menyeberang ke kepulauan di Samudera India, kemudian mereka menyebar dari Madagaskar sampai Filiphina dan Melanesia, yang akhirnya mereka hidup menyatu dengan penduduk asli setempat. Nah, inilah yang disebut sebagai nenek moyang Indonesia.

Penduduk asli inilah yang diakui sebagai nenek moyang bangsa Indonesia, bangsa kita. Mereka memiliki suatu nilai kehidupan yang berbudaya tinggi menurut kondisi pada saat itu, kondisi sebelum pengaruh asing dan bangsa-bangsa lain datang. Nilai kehidupan yang mampu menjadi tonggak lahirnya kebudayaan bangsa. Dengan mata pencaharian yang sungguh begitu sederhana. Namun mampu menghasilkan julukan yang mendunia, julukan sebagai negara maritim dan negara agraris. Hal ini dikarenakan nenek moyang kita pada umumnya hidup dari bertani dan nelayan.

Pernahkah kamu mengetahui perahu bercadik? Perahu bercadik ini sebagai sisa warisan nenek moyang, yang kita sebut sebagai peninggalan. Sebuah perahu yang sederhana, namun memiliki nilai kehidupan yang tiada taranya. Sebagai alat dalam mempertahankan kehidupan pada zaman nenek moyang. sebuah perahu sederhana yang menggunakan penyangga di kanan kirinya sehingga dapat menjaga keseimbangan dikala berlayar untuk mempertahankan kehidupan.



Perahu Bercadik buatan nenek moyang


Disamping itu, pernahkah kalian mengetahui tentang keris? Sebagai masyarakat Indonesia asli, tentu sudah lazim kita dengar sebuah pusaka lama yang menjadi senjata khas salah satu suku di masyarakat Indonesia ini. Jika kita tahu seperti apa bentuk dari pusaka lama ini, namun tahukan kita bagaimana cara nenek moyang kita dapat menghasilkan senjata istimewa ini? Senjata yang salah satu kandungannya adalah batu meteor, senjata yang butuh waktu tidak sebentar untuk membuatnya, senjata yang penuh dengan kewibawaan dan keberanian. 

Bagaimana tidak? disaat negara lain takut menghadapi musuh dan menyerang musuh dari kejauhan menggunakan senjata-senjata jarak jauh mereka. Namun nenek moyang kita, dengan senjata khas yang dihasilkannya, mengajarkan kepada kita sebagai anak cucunya, akan nilai-nilai pemimpin sejati, yang sudah seharusnya menghadapi musuh dengan berhadapan langsung sebagai pahlawan sejati, hanya dengan membawa sebuah benda kecil yang dapat disengkelitkan dipinggang. ‘keris’lah namanya.


Keris sebagai pusaka masyarakat Jawa

Berbagai macam peninggalan dapat kita jumpai di Nusantara ini, tersebar dalam berbagai macam wilayah kehidupan. Menunjukkan kehidupan nenek moyang yang sangat luar biasa, dan inilah yang menjadi Mahakarya Indonesia. Berbagai karya kehidupan jaman dahulu yang tidak kalah pentingnya jika dibandingkan dengan karya-karya peninggalan di luar negeri.


Nenek moyang kita hidup di berbagai ribuan pulau yang ada di Nusantara, mereka tinggal dalam kelompok-kelompok kecil sebagai masyarakat yang terisolasi oleh alam. Inilah yang menimbulkan suku-suku yang memiliki budaya sendiri-sendiri, kesenian, adat istiadat, dan kebiasaan yang berbeda-beda. Meski beda, mereka rukun, dan perbedaan itu menjadi kekayaan bangsa hingga kini. Pada kebudayaan asli yang pernah dinilai, ada unsur-unsur budaya yang luhur, misalnya sifat religius terhadap kepercayaan gaib, sikap menghormati roh orang tua atau roh nenek moyang sebelumnya, rasa kemanusiaan yang ikhlas tanpa membedakan asal dan warna kulit, rasa persatuan yang terbina dengan erat, tingginya kegotongroyongan dalam keluarga, sikap ramah tamah, bekerja keras tanpa pamrih, dan keadilan pada lingkungan. Semua itu mencerminkan ciri khas kehidupan serta kepribadian luhur yang dimiliki nenek moyang kita.

Dengan penuh kegigihan dan semangat kegotongroyongan, nenek moyang kita saling bahu membahu membangun peradaban bangsa kita. Membangun nusantara, demi kemajuan kehidupan nantinya. Yang kini hasil jerih payah dan kerja keras mereka dapat dinikmati oleh anak cucu bangsa. Berbagai macam budaya dan adat istiadat tersebar dari Sabang hingga ke Merauke. Menjadi buah Mahakarya Indonesia yang bisa dilihat dunia. Mahakarya yang takkan tenilai harganya, menggumpal menjadi simfoni semangat dalam Jiwa Indonesia. Jiwa yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Jiwa yang dengan penuh ketekunan dan kesabaran melawan penjajahan dan peperangan. Demi menggapai kemerdekaan yang haus akan perjuangan dan perdamaian bangsa.

Berbagai macam unsur-unsur budaya luhur yang dimiliki oleh nenek moyang kita, kini termaktub ke dalam dasar negara. Sebuah dasar yang melandasi kehidupan bangsa kita, menjadi Mahakarya Indonesia. Yah, sebuah dasar yang diberi nama oleh salah satu bapak pendiri negara dengan sebutan Pancasila. Sebuah dasar negara yang bukan sembarang dasar. Karena diambil dari nilai luhur nenek moyang bangsa, serta telah tertanam dan mengakar di dalam kehidupan bangsa Indonesia. Membentuk Jiwa Indonesia, yang mampu hadir dan siap bersaing di kancah dunia. Melangkahkan kaki menuju perubahan nasib bangsa, menggoreskan tinta emas perjuangan bangsa. Hingga menjadi sebuah bangsa yang berdaulat dan dapat dipandang oleh dunia. Inilah bangsa kita, bangsa Indonesia.

Kata kunci : Mahakarya Indonesia, Nenek moyang bangsa Indonesia, nilai luhur

Rabu, 31 Desember 2014

Jayalah Almamaterku: Universitas Negeri Surabaya

“Universitas Negeri Surabaya”

Apa yang ada di pikiran anda semua ketika mendengar nama LPTK yang ada di Provinsi Jawa Timur tepatnya di kota Pahlawan itu?

Yah, tentu beragam jawaban yang bisa dihasilkan. Namun tidak menutup kemungkinan salah satu jawabannya adalah ‘sebuah kampus yang mencetak banyak guru dan dulunya bernama IKIP Surabaya’.
Sebuah jawaban yang singkat dan memang sangat mengena serta bisa menggambarkan perguruan tinggi tersebut. Namun sesungguhnya, jawaban itu masih kurang cukup untuk menjelaskan apa Unesa (Universitas Negeri Surabaya) yang sesungguhnya.

Dalam sebuah acara di televisi nasional yang ditayangkan pada tanggal 29 Desember 2014 kurang lebih pada pukul 18.00 WIB mengupas beberapa hal yang berkaitan dengan universitas pencetak guru ini dengan mendatangkan pejabat tinggi di perguruan tinggi tersebut. Yakni dengan mendatangkan narasumber Rektor Universitas Negeri Surabaya beserta dengan para pembantu-pembantu rektornya.


Rektor Universitas Negeri Surabaya

Acara ini nampaknya memang khusus untuk membahas salah satu LPTK yang ada di negeri ini. Hal ini dilakukan karena khusus untuk menyambut usia emas sebuah perguruan tinggi yang dulunya bernama IKIP Surabaya itu. Yah... Universitas Negeri Surabaya memiliki usia yang sudah setengah abad. Sebuah usia yang sangat matang dalam menjajaki sebuah kehidupan.

Stasiun televisi itu mengangkat sebuah tema yakni “Unesa di Tahun Emas Siap Hadapi MEA 2015”. Dengan mengangkat tema seperti itu, maka tentunya kajian yang ada di dalam acara itu menjabarkan tentang berbagai macam program kegiatan baik yang bersifat akademis maupun non akademis yang dirancang khusus untuk menghasilkan generasi bangsa yang siap dalam menjalani kehidupan dan membangun negeri, khususnya untuk menghadapi MEA 2015.

Prof. Dr. Warsono, MS., selaku Rektor Unesa memaparkan beberapa hal yang berkaitan erat dalam mempersiapkan generasi unggul untuk membangun negeri. Beberapa pemaparan yang beliau sajikan garis besarnya akan saya coba sajikan berikut.

Menanggapi pertanyaan masyarakat yang berkaitan dengan tingkat kefokusan Unesa. Yang mana menanyakan kefokusan Universitas Negeri Surabaya lebih menjurus ke bidang apa, sebab di dalamnya bukan hanya ada jurusan pendidikan saja. Kemudian bagaimana dengan sikap guru saat ini yang menyuruh siswanya berakhlak baik namun guru itu sendiri malah melakukan hal buruk di dalam lingkup pendidikan. Rektor Universitas Negeri Surabaya Prof. Dr. Warsono, MS. Pun menjelaskan bahwa Universitas Negeri Surabaya akan tetap berkomitmen dalam bidang pendidikan dan mencetak guru-guru bangsa yang luar biasa. Namun untuk menunjang kemampuan para mahasiswanya, maka perlu adanya prodi ataupun mata kuliah yang bersifat non kependidikan. Hal ini disebabkan karena untuk menjadi seorang guru tentu harus memiliki berbagai macam pengetahuan, bukan hanya mempelajari dalam bidang kependidikan saja. Disamping itu untuk menampung dan menjembatani kemampuan serta bakat mahasiswa yang kurang minat dalam dunia kependidikan, maka sudah tentu LPTK harus mengembangkan sayap dengan membuka jurusan-jurusan non kependidikan. Tentunya jurusan-jurusan yang dibuka memiliki urgensi di dalam kehidupan masyarakat nantinya.

Berkaitan dengan karakter seorang pendidik zaman sekarang, Rektor Unesa tersebut menjelaskan bahwasannya “sepintar apapun seseorang tetapi apabila akhlaknya buruk, maka orang itu akan NOL di mata masyarakat”. Sehingga di dalam menciptakan generasi bangsa yang berakhlak, Unesa memiliki cara-cara untuk membina dan menghabituasikan akhlak mahasiswanya. Hal ini sejalan dengan motto yang dipakai oleh Unesa yakni Growing with Character.

Beliau juga memaparkan bahwasannya seorang guru, yang dikenal dengan kepanjangan ‘digugu dan ditiru’, menjadi sebuah istilah yang relevan di dalam masyarakat. Sebab ketika kita menjadi seorang guru, maka tentunya kita harus konsisten dengan tugas yang diemban tanpa melihat ini dan itu. Sebab menjadi guru bukanlah hal yang mudah. Menjadi seorang guru membutuhkan jiwa yang ikhlas, jiwa yang peduli, jiwa yang memiliki idealisme, sehingga dapat membangun bangsa menjadi lebih baik lagi. Dengan tidak mudahnya menjadi seorang guru, maka guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia. Untuk itu seorang guru mendapatkan tiga gaji. Yakni pertama gaji rupiah yang diterima dalam bentuk uang. Kedua gaji pahala yang mana membuka tabir kebodohan dan mengamalkan ilmu yang dimiliki adalah suatu ibadah. Ketiga adalah gaji do’a, dari kesabaran, keihlasan yang dia berikan kepada para siswanya hingga siswanya bisa menjadi orang yang sukses, maka tentunya akan banyak siswa-siswanya yang memberikan doa kepadanya.

Pembantu Rektor II Universitas Negeri Surabaya juga menjelaskan bahwasannya minat masyarakat terhadap profesi menjadi seorang guru saat ini sudah sangat meningkat. Hal ini dibuktikan dengan daya peminat masyarakat yang membuat Universitas Negeri Surabaya menduduki ranking kedua di provinsi Jawa Timur sebagai universitas dengan daya minat yang tinggi.

Dengan adanya peningkatan peminatan ini, tentunya membuat Universitas Negeri Surabaya harus dapat lebih berbenah menjadi lebih baik lagi. Hal ini pun tengah dilakukan bukan hanya dalam aspek akademis saja, namun juga dalam aspek non akademis. Yakni dengan adanya sistem eco campus yang bertepatan di kampus Universitas Negeri Surabaya daerah Lidah Wetan Surabaya. Hutan kampus atau hutan pendidikan itu tentunya memiliki banyak manfaat, selain menjadi eco campus, juga menjadi tempat reserfasi, serta menjadi hutan kota atau paru-paru kota nantinya.

Para petinggi Universitas Negeri Surabaya itupun menyebutkan bahwasannya untuk menghadapi MEA 2015 dibutuhkan 4 hal yang harus dipersiapkan. Empat hal tersebut ialah pertama, profesionalisme yang mana berkaitan dengan kemampuan akademik yang berhubungan dengan bidangnya. Kedua kemampuan berbahasa inggris. Hal ini dikarenakan bahasa Inggris adalah bahasa dunia sehingga jika kita ingin maju dan bersaing di dunia maka sudah seharusnya kita mampu dan menguasai bahasanya. Ketiga ialah menguasai teknologi. Kita sudah tahu bahwa saat ini dunia teknologi sudah semakin luar biasa pesat perkembangannya, maka tentunya kita harus mampu dan menguasai teknologi untuk menunjang kemajuan kehidupan nantinya. Yang terakhir ialah memiliki moralitas yang kuat. Seperti yang telah diungkapkan oleh Rektor Universitas Negeri Surabaya, bahwasannya memiliki otak yang pintar tanpa diimbangi dengan akhlak yang baik maka tentunya akan menjadi hal yang sia-sia dan tidaklah ada artinya.

Demikianlah pemaparan kilas tentang persiapan Unesa dalam melangkahkan kakinya pada usia setengah abad dalam membangun ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ untuk anak-anak bangsa.

Doa saya sebagai penulis, sekaligus sebagai alumnus universitas ini ialah semoga Unesa diusianya yang semakin matang ini dapat menjadi perguruan tinggi yang semakin JAYA !, dan menjadi sebuah perguruan tinggi yang amanah dalam mencetak generasi-generassi pengubah nasib bangsa dan negeri untuk menjadi lebih baik lagi (baik dalam hal otak maupun akhlak). Aamiin. 

Selasa, 23 Desember 2014

Maafkan Khilafku Ibu...




Mengenang perayaan yang dirayakan oleh berbagai macam kalangan dalam merayakan Hari Ibu, membuat saya teringat akan masa-masa dulu. Ada suatu kejadian yang ketika itu, hingga sekarang masih tersimpan dengan sangat rapi di dalam benak saya. Hingga jikalau saya mengingatnya, untaian air mata nakalpun tak terbendung mengalir dari kedua mata saya, sebab perasaan bersalah yang amat mendalam itu masih kurasakan hingga sekarang.

Kejadian itu bermula ketika saya sudah lulus dari sebuah Sekolah Menengah Atas negeri di Kota Surabaya, sayapun memutuskan untuk ikut tes masuk Perguruan Tinggi Negeri dengan mengambil jurusan yang sesuai dengan keinginan saya. Meski saya tahu kalau jurusan yang saya minati ini bertolak belakang dengan yang diminati oleh ibu saya.

Kala SMA, saya yang masuk jurusan IPA dan ikut kegiatan PMR, sudah mulai terbesit keinginan jika kuliah nanti saya ingin mengambil jurusan kesehatan. Hingga akhirnya saat ujian masuk perguruan tinggi negeri saya memutuskan untuk memilih jurusan keperawatan (Akper) dan kesehatan masyarakat (FKM). Namun saya gagal di tes pertama ini. Kemudian saya ikut tes SNMPTN. Dan lagi-lagi saya mengambil jurusan yang berbeda dengan harapan ibu saya. Saya pun justru nekat dan memberanikan diri mengambil jenis tes IPS, padahal saya berasal dari jurusan IPA. Kali ini saya mencoba masuk ke jurusan ekonomi.

Saat itu saya masih belum sadar, jikalau ibu saya sangat keberatan dengan jurusan yang saya ambil. Sehingga dengan berat hati ibu saya meng’iya’kan keputusan saya. Dan ketika pengumuman, lagi-lagi saya pun gagal lolos SNMPTN di tahun pertama.

Karena kendala ekonomi di keluarga saya, maka tidak memungkinkan jika saya daftar melalui jalur mandiri ataupun jalur yang lainnya pada tahun itu. Sehingga saya pun memutuskan untuk break setahun dan saya memanfaatkan untuk membantu kedua orang tua mengais rejeki sekalipun juga untuk menabung daftar masuk PTN di tahun depannya.

Setahun telah berlalu, sayapun mendaftar SNMPTN dan mengambil jenis tes IPC yakni sebuah jalur tes dengan sistem campuran jurusan di dalamnya. Saya dapat memasukkan jurusan IPA dan jurusan IPS di beberapa perguruan tinggi yang saya minati. Dan lagi-lagi saya masukkan jurusan kesehatan di pilihan pertama saya. Saya lupa pilihan kedua saya kala itu apa, namun karena sesuai dengan saran dan harapan ibu, akhirnya saya masukkan jurusan yang diinginkan oleh ibu saya. Dan dengan berat hati saya masukkan jurusan kependidikan, itupun di pilihan terakhir (yakni pilihan ketiga).

Hal ini saya lakukan lantaran memang sama sekali tidak terbesit di dalam benak saya untuk menjadi seorang guru. Karena saat itu pikiran saya beranggapan kalau guru harus pintar (saya merasa tidak pintar), guru harus sabar (saya bukanlah seseorang yang penyabar), guru harus telaten dan menyayangi anak-anak (bahkan saya kurang menyukai anak), dengan begitu sama sekali tak ada keinginan di dalam diri saya untuk menjadi seorang guru. Meski memang semenjak SMA saya menjadi guru privat anak-anak Sekolah Dasar, namun masih saja saya merasa kurang nyaman dengan profesi itu.

Lantas ketika tiba malam menjelang pengumuman penerimaan mahasiswa SNMPTN, saya pun mendapat kabar dari salah seorang sahabat yang aktif menjadi netizen. Dia mengabarkan kalau saya lolos dan diterima di PTN. Namun Allah berkehendak lain, entah kenapa saya lolos di jurusan pilihan terakhir saya, yaitu jurusan pendidikan. Saat itu pula perasaan kecewa di dalam pikiran dan hati ini bercampur aduk. Saya sangat bersyukur bisa masuk PTN, namun disisi lain jurusan yang menerima saya sama sekali jurusan yang tidak saya harapkan. Saya pun mencoba menyembunyikan kekecewaan ini dari ibu beserta keluarga saya.

Masih tidak percaya kalau saya diterima di pilihan terakhir saya. Saya pun membeli koran pada hari pengumuman. Saya cari satu per satu nama dan nomor pendaftaran yang sesuai dengan identitas saya. Dan “duarrrr!!!” kecewa itu semakin besar ketika saya menemukan nama saya memang diterima di jurusan yang sama sekali tidak saya harapkan.

Ketika saya mengatakan ke ibu kalau saya diterima SNMPTN di jurusan kependidkan, sontak kala itu ibu langsung sujud syukur. Entah beliau merasakan kekecewaanku atau tidak. Namun beliau berkata “doa ibu di dengar, Alhamdulillah, terima kasih ya Allah”. Rona kebahagiaan pun terpancar di wajah beliau. Sungguh bertolak belakang dengan apa yang sedang saya rasakan kala itu.


Memang benar, jika doa ibu akan dikabulkan oleh Allah...
Sebab ridho seorang ibu, sama halnya dengan ridho yang diberikan oleh Allah kepada hambaNya...


Saat itu pula aku berpikir, kalau selama ikut tes masuk PTN di tahun-tahun sebelumnya, ibu memang mendoakan saya namun ada keterpaksaan di dalam restu dan do’anya. Lain halnya dengan saat ini, ibu mendoakan saya dengan tulus agar lolos di pilihan (jurusan pendidikan) yang sesuai dengan harapan ibu tentunya. Mungkin memang, doa ibu salah satu jalan untuk mendapatkan restu Allah. Sehingga memang inilah jawaban Allah.

Saya pun dengan berat hati mengurus segala keperluan mahasiswa baru. Hingga di semester2 awal perkuliahan pun saya merasa penuh keterpaksaan. Mata kuliah yang saya pelajari sangat jauh dari mata kuliah yang saya minati. Saya pun tidak memiliki semangat penuh di awal kuliah. Ketika ada tugas, saya asal-asalan mengerjakannya, ketika ujian saya tidak memikirkan jawaban saya benar atau salah yang penting saya mengerjakan. Hingga akhirnya IPK semester 1 saya kurang dari 3. Ketika ibu saya tahu IPK saya kurang dari 3, beliau sedikit kecewa. Dan nampaknya beliau mulai menyadari kalau saya merasa terpaksa kuliah di jurusan ini. Dengan penuh kesabaran beliaupun menjelaskan pentingnya tanggung jawab, termasuk tanggung jawab dalam menuntut ilmu.

Berhari-hari saya memikirkan ucapan ibu saya. Hingga tanpa sengaja saya menemukan buku catatan ibu saya yang sedang terbuka. Ketika saya baca ternyata isinya adalah curahan hati dan doa ibu untuk saya. Di dalamnya tertuang tulisan yang penuh dengan harapan, hingga air mataku pun terjatuh membaca tulisan latin itu. Tulisan yang sangat sederhana, namun bagiku memiliki makna yang luar biasa. Besar makna dan harapan yang ada di dalamnya.

Pernah di suatu malam, saya mengetahui ibu sedang sholat malam. Kala itu memang saya mendengar suara isak tangisan, hingga membuat saya terbangun. Pelan-pelan saya mencari sumber suara itu. Dan ternyata itu adalah suara tangisan ibu dalam kekhusukkan sholat malamnya. Di dalam doanya ia sebutkan nama saya dan kakak saya, serta semua keluarga saya. Besar harapan yang ibu tumpukan kepada saya dan kakak saya, untuk bisa mengubah nasib keluarga menjadi jauh lebih baik.

Pikiranku pun melayang semakin tak karuan ke masa-masa lampau. Dengan penuh kejujuran dan kesabaran ibu dan bapak saya membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya. Bahkan saya ingat kala saya kecil dan kala itu kakak saya masih sekolah, ibu saya ingin membeli bakso. Namun ia urungkan niatnya, ia tahan dan tepiskan keinginannya itu, dan uang itu beliau pakai untuk uang saku kakak saya. Beliau takut kalau kakak saya besok sekolah tanpa membawa uang saku dan tidak bisa jajan di sekolah.


Sungguh, keadaan yang menyayat hati...
Ya Allah, ampuni dosa besar yang sudah saya lakukan ini...


Semalaman saya memikirkan hal itu, hingga saya pun menyadari. Jerih payah kedua orang tua saya yang ingin menguliahkan anaknya. Ibu mengumpulkan uang dari hasil jerih payahnya bersama bapak sebagai seorang tukang sapu di sebuah kelurahan untuk membayar uang kuliah saya. Bahkan gaji sebagai seorang tukang sapu yang sangat sedikit masih kurang jika untuk makan. Ibu pun mencari rejeki lain dengan menjadi juru masak di sebuah kantor polisi. Dari uang-uang itulah ibu menguliahkanku.

Sontak saya pun tersadar bahwa saya harus mengubah pemikiran dan attitude saya. Saya harus mau belajar menerima dan membiasakan diri dengan jurusan kuliah saya saat ini. saya harus bisa menepis perasaan egois di dalam diri saya. Hingga akhirnya, saya pun berusaha mengejar ketertinggalan saya dengan IPK diatas 3. Saya pun mulai belajar bertanggung jawab dengan kuliah saya, sehingga saya bisa membayar uang kuliah saya sendiri melalui hasil bimbel dan privat yang saya tekuni semenjak SMA. Dan bahkan, rezeki Allah masih mengalir. Saya pun mendapatkan beasiswa PPA selama beberapa semester melalui IPK yang saya dapatkan.


Dan kini, saya pun sudah lulus dan mendapatkan tambahan gelar sarjana pendidikan (S.Pd.) di belakang nama saya...
Dan kini, saya pun sudah mengabdi menjadi seorang guru di sebuah sekolah swasta kecil di kota Surabaya...


Raut kebahagiaan dari wajah ibu pun tak dapat disembunyikan. Memang tak salah harapan ibu. Profesi guru benar-benar sebuah profesi yang mulia. Bukan hanya mencari dunia, namun juga mencari bekal akhirat. Sewaktu kecil ibu saya memiliki cita-cita untuk menjadi seorang guru, namun cita-cita itu harus ia pendam dalam-dalam karena keadaan ekonomi keluarga kala itu. Hingga ibupun bersumpah di dalam hatinya, jika ia memiliki anak kelak, ia berharap dapat menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya dan berharap anaknya akan menjadi seorang guru dan melanjutkan cita-citanya kala itu.

  


Sungguh, aku sangat menyayangimu ibu :*
Maafkan segala khilaf dan kesalahanku
Maafkan kedangkalan dalam pemikiranku kala itu
Maafkan ketidakhirauanku terhadap harapanmu kala itu
Sungguh, aku telah tersadar kini ibu
Akan ku coba mewujudkan harapanmu itu
Doakan anakmu...
Agar bisa menjadi pendidik bangsa
Yang berjiwa besar dan terbuka
Sehingga dengan ini, 
Saya bisa mencari bekal dunia dan akhirat nanti
Laksana surga di bawah telapak kakimu, 
Laksana itu pulalah engkau menyayangi dan meridhoiku

Peluk cium dari putrimu, Lailia
JJJ


Kamis, 04 Desember 2014

Revolusi Mental dan Jiwa Menjadi Generasi Anti-Korupsi


Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kasus korupsi tertinggi di dunia. Berbicara tentang korupsi tentunya tidak lagi menjadi hal yang tabu bagi masyarakat di Indonesia. Hal ini tentu dapat dilihat dari berbagai macam kasus korupsi yang menjerat para ‘pelayan’ rakyat mulai dari tingkat atas hingga tingkat bawah. Jenis anggaran atau uang negara yang dengan sengaja dimasukkan ke dalam saku ‘tikus berdasi’ pun bermacam-macam. Mulai dari dana bank, dana pembangunan gedung, bahkan dana sosial, kesehatan dan pendidikan pun masih saja disalahgunakan oleh tangan-tangan jahil. Entah apa yang ada dipikiran para koruptor ketika dengan sadarnya mereka tega memakan sesuatu yang bukan menjadi haknya.

Dimanakah harga diri kita sebagai bangsa yang beradab? Bangsa yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila?
Nilai-nilai Pancasila semakin hari nampaknya semakin pudar di dalam kehidupan dan kepribadian bangsa. Hal ini tentunya menjadi suatu masalah yang sangat serius. Sebab maraknya kasus korupsi menunjukkan rendahnya karakter bangsa kita. Untuk itu, perlu adanya banyak perbaikan dalam berbagai aspek di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Adapun perbaikan yang bisa dijadikan sebagai alternatif revolusi mental dan jiwa Anti-Korupsi ialah melalui :

Penghabituasian Nilai-nilai Anti-Korupsi Bidang Pendidikan


9 Nilai Anti-Korupsi
Dunia pendidikan merupakan sebuah langkah dalam membangun kemajuan bangsa untuk kehidupan yang akan datang. Banyak pendapat yang mengungkapkan bahwa “keberhasilan suatu negara dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya”. Pendidikan hendaknya bukan hanya bertumpu dalam pengembangan dan pemajuan kemampuan akademis saja, pembentukan nilai-nilai karakter (khususnya 9 nilai Anti-Korupsi) juga harus menjadi tumpuan utama guna menghasilkan output generasi bangsa yang beradab.
Selama ini banyak persepsi masyarakat yang menyebutkan bahwa kemampuan akademis adalah faktor utama keberhasilan seseorang, dan pada orang-orang jenius inilah yang akan memajukan sebuah Negara. Namun realitanya berkata lain, banyak orang yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi malah ingin mencari keuntungan pribadi. Sebut saja gayus Tambunan, yang notabene alumnus dari salah satu perguruan tinggi  terbaik di negeri ini, dengan intelektualitasnya dia menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingannya pribadi. Merekalah yang merugikan Negara dan masyarakat, dan mereka pula yang  justru akan membawa Negara pada kehancuran.
Untuk itu, dalam dunia pendidikan, pemerintah dapat bekerja sama menggandeng lembaga-lembaga Anti-Korupsi dan juga sekolah (khususnya guru) dalam upaya menghabituasikan nilai-nilai Anti-Korupsi pada diri peserta didik. Guru dapat lebih kreatif dalam menciptakan iklim pembelajaran yang dibalut dengan model pembelajaran penanaman jiwa-jiwa Anti-Korupsi di dalam diri peserta didik. Misalnya ialah adanya kotak tak bertuan di setiap penjuru sekolah yang berfungsi untuk meletakkan barang-barang yang ditemukan oleh siswa sehingga yang merasa kehilangan bisa langsung menuju kotak tak bertuan tersebut. Selain itu juga dengan mengajak siswa menyusun poster-poster yang berisi kata-kata untuk menanamkan jiwa Anti-Korupsi ataupun ajakan untuk menjauhkan diri dari sifat-sifat yang akan mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi nantinya. Tentunya melaui pembiasaan dalam iklim pendidikan, akan bisa menjadikan siswa terbiasa menanamkan mental dan jiwa Anti-Korupsi di dalam dirinya.


Contoh gambar poster Anti-Korupsi buatan siswa

Pengawasan dalam Setiap Wewenang dan Kinerja


Pengawasan terhadap kinerja aparat negara
Masyarakat kita adalah masyarakat yang tidak mudah untuk disadarkan. Ibarat kuda, perlu dipacu dan dipukul terlebih dahulu baru bisa berlari. Demikian halnya dengan masyarakat kita, mereka perlu diawasi dan diberikan ‘sentilan’ di dalam menjalankan berbagai macam wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya. Sesungguhnya ‘kejahatan terjadi karena ada kesempatan’. Maka pemerintah tentunya harus menggandeng aparat penegak hukum guna mengawasi dan mengontrol semua kinerja para ‘pelayan’ rakyat sehingga kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi pun akan dapat ditekan.

Memperbaiki Praktek Hukum Bangsa


Tak ada keberpihakan hukum
Hukum di negara kita sudah banyak, sesuai UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sehingga semua tindakan diatur di dalam hukum negara. Namun praktek pelaksanaannya yang membuat beberapa golongan menjadi ‘kebal’ hukum. Sehingga muncullah istilah bahwa hukum di negara kita tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Hal ini dapat dilihat ketika yang melanggar hukum adalah mereka yang tergolong kalangan ‘elite’ maka seakan-akan mereka kebal hukum, berbanding terbalik jika yang melanggar adalah masyarakat lemah. Seorang koruptor yang notabene kehidupannya berkecukupan kemudian ditangkap dan masih bisa berleha-leha diberikan fasilitas yang memadai, sedangkan seorang pencuri pisang di sawah yang tidak ada pilihan lain untuk menyambung hidup sehingga mencuri untuk menghilangkan rasa laparnya justru ditangkap dan dihukum tak sebanding dengan kesalahannya.
Dengan demikian, perlu adanya kesadaran hukum bagi semua masyarakat pada umumnya dan aparat penegak hukum pada khususnya. Jika memang negara kita negara hukum, maka tegakkanlah hukum itu tanpa memandang status dan kedudukan.

Bangun Mindset “Dilayani” Menjadi “Pelayan”


Aparat bekerja untuk rakyat
Selama ini, para aparat yang ada di negara kita senantiasa minta dimanjakan dan ‘dilayani’ oleh rakyatnya. Mereka melupakan jati diri dan tugas utama mereka menjadi aparat negara. yang seharusnya menjadi pengayom justru menjadi pengancam, yang seharusnya menjadi abdi negeri dan melayani berbagai kepentingan rakyat, justru menyalahgunakan dengan meminta imbalan ini dan itu. Bahkan budaya buruk menggunakan uang pelicin pun sudah mendarah danging di dalam otak bangsa.
Untuk itu, perlu membangun pemikiran para aparat yang tadinya suka dilayani oleh rakyat dengan meminta berbagai macam persembahan sehingga menjalankan tanggung jawabnya tidak setulus hati namun justru pamrih menjadi aparat yang benar-benar mengabdikan diri menjadi “Pelayan” rakyat yang sejati. Para aparat hendaknya juga dapat menekan perasaan egois di dalam diri sehingga mampu menepikan kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan rakyat.

Proses ‘Mewujudkan Mimpi Indonesia Bebas Korupsi’ seperti ini tidak akan berhasil tanpa adanya kesungguhan dari masing-masing jiwa masyarakat Indonesia. Minimal kita dapat memperbaiki diri dan menghabituasikan nilai-nilai Anti-Korupsi di dalam diri kita masing-masing.



Katakan TIDAK pada KORUPSI dan Mulailah dari diri SENDIRI !!! J