Kamis, 04 Desember 2014

Revolusi Mental dan Jiwa Menjadi Generasi Anti-Korupsi


Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kasus korupsi tertinggi di dunia. Berbicara tentang korupsi tentunya tidak lagi menjadi hal yang tabu bagi masyarakat di Indonesia. Hal ini tentu dapat dilihat dari berbagai macam kasus korupsi yang menjerat para ‘pelayan’ rakyat mulai dari tingkat atas hingga tingkat bawah. Jenis anggaran atau uang negara yang dengan sengaja dimasukkan ke dalam saku ‘tikus berdasi’ pun bermacam-macam. Mulai dari dana bank, dana pembangunan gedung, bahkan dana sosial, kesehatan dan pendidikan pun masih saja disalahgunakan oleh tangan-tangan jahil. Entah apa yang ada dipikiran para koruptor ketika dengan sadarnya mereka tega memakan sesuatu yang bukan menjadi haknya.

Dimanakah harga diri kita sebagai bangsa yang beradab? Bangsa yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila?
Nilai-nilai Pancasila semakin hari nampaknya semakin pudar di dalam kehidupan dan kepribadian bangsa. Hal ini tentunya menjadi suatu masalah yang sangat serius. Sebab maraknya kasus korupsi menunjukkan rendahnya karakter bangsa kita. Untuk itu, perlu adanya banyak perbaikan dalam berbagai aspek di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Adapun perbaikan yang bisa dijadikan sebagai alternatif revolusi mental dan jiwa Anti-Korupsi ialah melalui :

Penghabituasian Nilai-nilai Anti-Korupsi Bidang Pendidikan


9 Nilai Anti-Korupsi
Dunia pendidikan merupakan sebuah langkah dalam membangun kemajuan bangsa untuk kehidupan yang akan datang. Banyak pendapat yang mengungkapkan bahwa “keberhasilan suatu negara dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya”. Pendidikan hendaknya bukan hanya bertumpu dalam pengembangan dan pemajuan kemampuan akademis saja, pembentukan nilai-nilai karakter (khususnya 9 nilai Anti-Korupsi) juga harus menjadi tumpuan utama guna menghasilkan output generasi bangsa yang beradab.
Selama ini banyak persepsi masyarakat yang menyebutkan bahwa kemampuan akademis adalah faktor utama keberhasilan seseorang, dan pada orang-orang jenius inilah yang akan memajukan sebuah Negara. Namun realitanya berkata lain, banyak orang yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi malah ingin mencari keuntungan pribadi. Sebut saja gayus Tambunan, yang notabene alumnus dari salah satu perguruan tinggi  terbaik di negeri ini, dengan intelektualitasnya dia menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingannya pribadi. Merekalah yang merugikan Negara dan masyarakat, dan mereka pula yang  justru akan membawa Negara pada kehancuran.
Untuk itu, dalam dunia pendidikan, pemerintah dapat bekerja sama menggandeng lembaga-lembaga Anti-Korupsi dan juga sekolah (khususnya guru) dalam upaya menghabituasikan nilai-nilai Anti-Korupsi pada diri peserta didik. Guru dapat lebih kreatif dalam menciptakan iklim pembelajaran yang dibalut dengan model pembelajaran penanaman jiwa-jiwa Anti-Korupsi di dalam diri peserta didik. Misalnya ialah adanya kotak tak bertuan di setiap penjuru sekolah yang berfungsi untuk meletakkan barang-barang yang ditemukan oleh siswa sehingga yang merasa kehilangan bisa langsung menuju kotak tak bertuan tersebut. Selain itu juga dengan mengajak siswa menyusun poster-poster yang berisi kata-kata untuk menanamkan jiwa Anti-Korupsi ataupun ajakan untuk menjauhkan diri dari sifat-sifat yang akan mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi nantinya. Tentunya melaui pembiasaan dalam iklim pendidikan, akan bisa menjadikan siswa terbiasa menanamkan mental dan jiwa Anti-Korupsi di dalam dirinya.


Contoh gambar poster Anti-Korupsi buatan siswa

Pengawasan dalam Setiap Wewenang dan Kinerja


Pengawasan terhadap kinerja aparat negara
Masyarakat kita adalah masyarakat yang tidak mudah untuk disadarkan. Ibarat kuda, perlu dipacu dan dipukul terlebih dahulu baru bisa berlari. Demikian halnya dengan masyarakat kita, mereka perlu diawasi dan diberikan ‘sentilan’ di dalam menjalankan berbagai macam wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya. Sesungguhnya ‘kejahatan terjadi karena ada kesempatan’. Maka pemerintah tentunya harus menggandeng aparat penegak hukum guna mengawasi dan mengontrol semua kinerja para ‘pelayan’ rakyat sehingga kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi pun akan dapat ditekan.

Memperbaiki Praktek Hukum Bangsa


Tak ada keberpihakan hukum
Hukum di negara kita sudah banyak, sesuai UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sehingga semua tindakan diatur di dalam hukum negara. Namun praktek pelaksanaannya yang membuat beberapa golongan menjadi ‘kebal’ hukum. Sehingga muncullah istilah bahwa hukum di negara kita tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Hal ini dapat dilihat ketika yang melanggar hukum adalah mereka yang tergolong kalangan ‘elite’ maka seakan-akan mereka kebal hukum, berbanding terbalik jika yang melanggar adalah masyarakat lemah. Seorang koruptor yang notabene kehidupannya berkecukupan kemudian ditangkap dan masih bisa berleha-leha diberikan fasilitas yang memadai, sedangkan seorang pencuri pisang di sawah yang tidak ada pilihan lain untuk menyambung hidup sehingga mencuri untuk menghilangkan rasa laparnya justru ditangkap dan dihukum tak sebanding dengan kesalahannya.
Dengan demikian, perlu adanya kesadaran hukum bagi semua masyarakat pada umumnya dan aparat penegak hukum pada khususnya. Jika memang negara kita negara hukum, maka tegakkanlah hukum itu tanpa memandang status dan kedudukan.

Bangun Mindset “Dilayani” Menjadi “Pelayan”


Aparat bekerja untuk rakyat
Selama ini, para aparat yang ada di negara kita senantiasa minta dimanjakan dan ‘dilayani’ oleh rakyatnya. Mereka melupakan jati diri dan tugas utama mereka menjadi aparat negara. yang seharusnya menjadi pengayom justru menjadi pengancam, yang seharusnya menjadi abdi negeri dan melayani berbagai kepentingan rakyat, justru menyalahgunakan dengan meminta imbalan ini dan itu. Bahkan budaya buruk menggunakan uang pelicin pun sudah mendarah danging di dalam otak bangsa.
Untuk itu, perlu membangun pemikiran para aparat yang tadinya suka dilayani oleh rakyat dengan meminta berbagai macam persembahan sehingga menjalankan tanggung jawabnya tidak setulus hati namun justru pamrih menjadi aparat yang benar-benar mengabdikan diri menjadi “Pelayan” rakyat yang sejati. Para aparat hendaknya juga dapat menekan perasaan egois di dalam diri sehingga mampu menepikan kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan rakyat.

Proses ‘Mewujudkan Mimpi Indonesia Bebas Korupsi’ seperti ini tidak akan berhasil tanpa adanya kesungguhan dari masing-masing jiwa masyarakat Indonesia. Minimal kita dapat memperbaiki diri dan menghabituasikan nilai-nilai Anti-Korupsi di dalam diri kita masing-masing.



Katakan TIDAK pada KORUPSI dan Mulailah dari diri SENDIRI !!! J


Tidak ada komentar:

Posting Komentar