Hai teman-teman, Assalamu’alaikum.😊😊😊
Lama sekali saya tidak menulis di blog saya ini.
Kali ini saya sedang menempuh Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11. Adakah
disini teman-teman yang berminat mengikuti program ini? Yuk teman-teman, kali
ini saya ingin berbagi ilmu dan pengalaman saya selama mengikuti guru
penggerak.
Pendidikan
guru penggerak mampu mengubah pemikiran saya sebagai seorang guru. Melalui
program ini saya paham, bahwa pembelajaran yang kita lakukan haruslah berpihak
pada murid, bukan berpihak kepada guru. Seorang tokoh bernama Bob Talbert
mengungkapkan :
“Mengajarkan
anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama
adalah yang terbaik”
(Teaching
kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Berdasarkan
kutipan tersebut di atas, jika
dikaitkan dengan proses pembelajaran maka dapat dimaknai bahwa sebagai
seorang pendidik, tugas utama kita adalah menuntun murid sesuai kodratnya.
Dalam hal ini penyampaian materi dalam suatu pembelajaran memanglah hal yang
penting, namun memberikan pengajaran akan proses kehidupan dan nilai-nilai
kebajikan dalam kehidupan jauh lebih penting. Dengan demikian murid akan dapat
mempersiapkan dirinya dalam kehidupan mereka kedepannya.
Ketika saya belajar Modul 3.1, saya mulai
memahami bagaimana mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan
sebagai pemimpin. Bahwa sebagai pemimpin pembelajaran, pengambilan keputusan
berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal sangat dibutuhkan oleh seorang guru
atau kepala sekolah, sebagai pemimpin harus meminimalisir dampak negatif dari
keputusan yang dibuat, dan sebagai seorang pemimpin harus mampu menciptakan
iklim pembelajaran yang positif yang mana pastinya berpihak pada murid guna
menghasilkan pendidikan yang berkualitas.
Menurut teman-teman, bagaimana pembelajaran
yang berkualitas itu? Apakah dengan memberikan materi dengan tuntas? Ataukah dengan
mengetahui murid-murid paham materi lalu mendapatkan nilai 100?
Seorang tokoh bernama Georg Wilhelm
Friedrich Hegel mengungkapkan,
Education is the art of making man ethical.
“Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku
etis.”
Yah, dari apa yang diungkapkan belia bisa kita pahami bahwa pendidikan
bukan sekedar mentransfer ilmu, namun sebuah seni untuk membentuk karakter dan
attitude seseorang. Karena, seseorang yang berpendidikan tidak akan ada
maknanya jika tidak diimbangi dengan perilaku etis nan baik.
Lantas jika membahas filosofi Ki
Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka dikaitkan dengan penerapan pengambilan
keputusan sebagai pemimpin itu seperti apa?
Teman-teman guru yang berbahagia, ketika kita
diposisi “Ing Ngarso Sung Tuladha” maka kita harus menjadi pemimpin yang
posisinya di depan, yaitu memberikan teladan. Ketika kita diposisi “Ing Madya
Mangun Karsa”, maka kita harus menjadi pemimpin yang posisinya di tengah, yaitu
memberikan semangat dan motivasi. Sedangkan jika kita diposisi “Tut Wuri
Handayani”, maka kita harus berada diposisi belakang, bahwasannya seorang
pemimpin harus mampu memberikan dorongan dan dukungan serta arahan untuk
menggapai apa yang dicitakan.
Nilai-nilai yang tertanam dalam
diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan
suatu keputusan.
Sebagai seorang guru, tentu kita memiliki
nilai-nilai yang kita jadikan pedoman dalam kehidupan kita. Beberapa nilai
tersebut diantaranya berpihak kepada murid, mandiri, kolaboratif,
reflektif, dan inovatif. Nilai-nilai tersebut dapat kita jadikan sebagai
tumpuan dalam mengambil suatu keputusan. Sebab ketika keputusan diambil
berdasarkan nilai-nilai yang baik, maka tidak menutup kemungkinan hasil yang
akan diperoleh pun juga akan baik, dan mampu menaungi harapan semua pihak. Yang
mana tentunya juga dapat meminimalisir dampak negatif kedepannya.
Pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan “Coaching”.
Coaching merupakan salah satu paradigma berpikir memberdayakan yang bisa
dilakukan dalam supervisi akademik. Karena melalui coaching, menggunakan
alur TIRTA (Tujuan umum, Identifikasi, Rencana aksi, dan TAnggung jawab) seseorang (coach) dapat mengambil
keputusan dalam pendampingan diri rekannya melalui penggalian potensi-potensi
yang dimiliki oleh rekan tersebut (coachee). Sehingga rekan tersebut
dapat memberikan solusi dari apa yang dihadapi secara mandiri, dan tentunya
akan lebih mudah dilakukan dan dipertanggungjawabkan sebab berasal dari potensi
dan pemikirannya sendiri.
Kemampuan guru dalam mengelola
dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan
suatu keputusan khususnya masalah dilema etika.
Sebagai seorang guru, tentu harus mampu menguasai
diri dalam kontrol sosial dan emosional di dalam dirinya. Ketika akan mengambil
suatu keputusan yang pelik, guru harus berupaya menenangkan diri dengan teknik
STOP (Stop, Take a breath, Observe, Proceed) sehingga dapat menghasilkan
mindfullness (kesadaran penuh). Dalam kondisi yang seperti ini, tentu
akan lebih tenang dan secara sadar dapat menghasilkan keputusan yang lebih
maksimal dan dapat meminimalisir kesalahan.
Pembahasan studi kasus yang fokus
pada masalah moral atau etika kembali pada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.
Apakah teman-teman pernah menghadapi
permasalahan atau kasus di tempat bertugas? Ketika seorang guru telah
berpedoman dengan nilai-nilai kebajikan (kejujuran, kedisiplinan, tanggung
jawab, kepedulian, keadilan, dsb) maka guru tersebut akan dengan mudah dapat
membedakan permasalahan yang dihadapi tergolong kedalam bujukan moral ataukah dilema
etika. Ketika permasalahan yang dihadapi masuk kedalam bujukan koral, tentu
guru akan dengan mudah menyadari dan memahami untuk menghindarinya. Namun jika
permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika yang dianalisis dengan
paradigma prinsip serta 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, maka
guru tersebut akan berusaha kuat dan berupaya mengambil keputusan yang terbaik
dari segala pilihan keputusan baik yang ada.
Pengambilan keputusan yang tepat,
tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman,
dan nyaman.
Pada saat seorang pemimpin pembelajaran telah
melakukan uji langkah pengambilan keputusan, dan permasalahan yang dihadapi
adalah dilema etika tentu tujuan utama beliau dalam mengambil keputusan adalah
untuk menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Tentunya
harus ditentukan paradigma mana yang akan dipilih, langkah utama apa yang akan diambil,
siapa saja yang dianggap dapat membantu memudahkan dalam pengabilan keputusan.
Tantangan di lingkungan saya
untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan.
Adapun tantangan yang ada di dalam lingkungan
saya dalam pengambilan keputusan ialah masih adanya perbedaan dalam cara
melihat suatu permasalahan, serta perbedaan pemikiran dan pendapat akan suatu
hal. Belum lagi jika ada ‘gap’ didalam lingkungan tersebut. Sehingga akan
muncul individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan kasihan, serta kebenaran
lawan kesetiaan. Dengan demikian tentunya perlu keberhati-hatian dalam
pengambilan keputusan, agar tidak menyakiti perasaan satu dengan yang lain, dan
tetap mengutamakan keberpihakan pada murid.
Pengaruh pengambilan keputusan
yang kita ambil dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid.
Pembelajaran haruslah berpihak pada murid,
sedangkan kondisi murid kita beragam. Kita harus memperhatikan kebutuhan para
murid, kesiapan murid, dan bahkan minat serta profil murid. Ketika seorang
pemimpin pembelajaran telah memahami kebutuhan murid, maka akan dengan mudah memutuskan
langkah apa yang akan diambil. Bisa dilakukan dengan pembelajaran
berdiferensiasi konten, proses, ataupun produk. Sehingga pembelajaran yang
dilakukan mampu mengakomodir kebutuhan belajar murid dan tujuan pembelajaran
yang diharapkan pun akan dengan mudah tercapai.
Seorang pemimpin pembelajaran
dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid.
Setiap murid terlahir dengan potensinya
masing-masing. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangan yang melekat di dalam
diri mereka. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran tentu harus mampu mengambil
keputusan yang bemuara dalam menggali potensi-potensi terbaik muridnya. Yang mana
dapat dilakukan dengan memberikan dorongan agar murid dapat emmunculkan
motivasi intrinsik di dalam dirinya untuk melakukan hal-hal baik yang berguna
bagi kehidupannya di saat ini maupun di masa yang akan datang. Dengan demikian keputusan
yang diambil akan tertanam dan menghasilkan manfaat baik masa kini ataupun
nanti.
Kesimpulan akhir modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis
Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin jika dikaitkan dengan modul sebelumnya.
Saat
mengambil keputusan, kita harus memahami murid kita, serta menuntun murid sesuai
kodratnya mencapai kebahagiaan mereka (modul 1.1). dengan berpegang pada nilai
dan peran guru penggerak, seorang pemimpin pembelajaran mengutamakan
keberpihakan kepada murid (modul 1.2). Harus berpedoman dalam nilai-nilai
kebajikan dan prinsip yang ada, disusun berdasar alur BAGJA (Buat Pertanyaan –
Ambil Pelajaran – Gali Mimpi – Atur Eksekusi – Jabarkan Rencana) sesuai dengan
visi dan harapan yang diimpikan (modul 1.3). Dengan keputusan yang diambil mampu
memaksimalkan motivasi intrinsik dari dalam diri murid untuk melakukan kebaikan
di dalam kehidupan mereka (modul 1.4). Keputusan yang diambil berdasarkan
kebutuhan belajar murid dengan pembelajaran berdiferensiasi sehingga membuat
murid merasa diterima (modul 2.1). Dalam kondisi mindfullness dan proses
coaching yang baik, maka keputusan yang diambil dapat sesuai dengan
kebutuhan murid kita dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki (modul 2.2 dan
2.3).
Pengambilan keputusan dalam situasi moral dilema.
Tentu sebagai pemimpin pembelajaran kita
pernah mengalami dilema moral/etika. Ya, meskipun itu tanpa kita sadari belum
sesuai dengan alur paradigma dan pengambilan keputusan pasti kita akan berupaya
memberikan keputusan yang terbaik untuk murid kita. Tentunya hal yang berbeda
setelah mempelajari modul pengambilan keputusan, karena keputusan yang diambil
bisa dilakukan dengan tata cara dan alur yang lebih runtut dan sistematis
sesuai dengan paradigma dan prinsip pengambilan keputusan.
Dampak mempelajari modul Pengambilan Keputusan Berbasis
Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin.
Hal yang tadinya tidak kita lakukan dalam
pengambilan keputusan, dapat kita lakukan setelah mempelajari modul ini,
misalnya kita jadi lebih memahami prinsip pengambilan keputusan mana yang akan
kita jadikan tumpuan (berbasis hasil akhir kah? Berbasis peraturan kah? Atau bisa
jadi berbasis rasa peduli), lantas bisa dilanjutkan dengan menguji apakah
permasalahan tersebut masuk dilema etika atau bujukan moral dengan melakukan 9 langkah pengujian dan pengambilan
keputusan. Dengan demikian penyelesaian masalah yang dilakukan dapat dilakukan
dengan terstruktur sehingga dapat menghasilkan keputusan yang sesuai dengan
harapan. Tentunya dengan berkolaborasi bersama pihak-pihak yang dirasa dapat
memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan.
Pentingkah mempelajari modul Pengambilan Keputusan Berbasis
Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin?
Tentu penting dong, karena sebagai manusia
pasti selalu dihadapkan dengan suatu masalah. Layaknya masakan akan hambar
tanpa garam. Demikian dengan hidup, masalah dapat memberikan rasa di kehidupan
kita dan akan menempa kita emnjadi lebih kuat. Dengan mempelajari modul ini,
kita dapat memiliki pengetahuan dalam penyelesaian masalah yang terjadi dengan
pengambilan keputusan yang lebih teliti, dan tidak terburu-buru. Dengan belajar
modul ini, kita bisa mengukur sejauh mana keputusan yang diambil dapat
berdampak positif untuk saat ini maupun nanti.
Kita uda di penghujung pembahasan kali ini
nih, jika teman-teman memiliki saran ataupun ada hal yang ingin didiskusikan,
boleh nih kita sharing bersama dikolom komentar. Saya tunggu yaaa... ^^