Kamis, 24 Oktober 2024

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

 


Hai teman-teman, Assalamu’alaikum.😊😊😊

Lama sekali saya tidak menulis di blog saya ini. Kali ini saya sedang menempuh Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11. Adakah disini teman-teman yang berminat mengikuti program ini? Yuk teman-teman, kali ini saya ingin berbagi ilmu dan pengalaman saya selama mengikuti guru penggerak.

Pendidikan guru penggerak mampu mengubah pemikiran saya sebagai seorang guru. Melalui program ini saya paham, bahwa pembelajaran yang kita lakukan haruslah berpihak pada murid, bukan berpihak kepada guru. Seorang tokoh bernama Bob Talbert mengungkapkan :

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

Berdasarkan kutipan tersebut di atas, jika dikaitkan dengan proses pembelajaran maka dapat dimaknai bahwa sebagai seorang pendidik, tugas utama kita adalah menuntun murid sesuai kodratnya. Dalam hal ini penyampaian materi dalam suatu pembelajaran memanglah hal yang penting, namun memberikan pengajaran akan proses kehidupan dan nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan jauh lebih penting. Dengan demikian murid akan dapat mempersiapkan dirinya dalam kehidupan mereka kedepannya.

Ketika saya belajar Modul 3.1, saya mulai memahami bagaimana mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Bahwa sebagai pemimpin pembelajaran, pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal sangat dibutuhkan oleh seorang guru atau kepala sekolah, sebagai pemimpin harus meminimalisir dampak negatif dari keputusan yang dibuat, dan sebagai seorang pemimpin harus mampu menciptakan iklim pembelajaran yang positif yang mana pastinya berpihak pada murid guna menghasilkan pendidikan yang berkualitas.

Menurut teman-teman, bagaimana pembelajaran yang berkualitas itu? Apakah dengan memberikan materi dengan tuntas? Ataukah dengan mengetahui murid-murid paham materi lalu mendapatkan nilai 100?

Seorang tokoh bernama Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengungkapkan,

Education is the art of making man ethical.

“Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.”

Yah, dari apa yang diungkapkan belia bisa kita pahami bahwa pendidikan bukan sekedar mentransfer ilmu, namun sebuah seni untuk membentuk karakter dan attitude seseorang. Karena, seseorang yang berpendidikan tidak akan ada maknanya jika tidak diimbangi dengan perilaku etis nan baik.

Lantas jika membahas filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka dikaitkan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai pemimpin itu seperti apa?

Teman-teman guru yang berbahagia, ketika kita diposisi “Ing Ngarso Sung Tuladha” maka kita harus menjadi pemimpin yang posisinya di depan, yaitu memberikan teladan. Ketika kita diposisi “Ing Madya Mangun Karsa”, maka kita harus menjadi pemimpin yang posisinya di tengah, yaitu memberikan semangat dan motivasi. Sedangkan jika kita diposisi “Tut Wuri Handayani”, maka kita harus berada diposisi belakang, bahwasannya seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan dan dukungan serta arahan untuk menggapai apa yang dicitakan.

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan.

Sebagai seorang guru, tentu kita memiliki nilai-nilai yang kita jadikan pedoman dalam kehidupan kita. Beberapa nilai tersebut diantaranya berpihak kepada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif. Nilai-nilai tersebut dapat kita jadikan sebagai tumpuan dalam mengambil suatu keputusan. Sebab ketika keputusan diambil berdasarkan nilai-nilai yang baik, maka tidak menutup kemungkinan hasil yang akan diperoleh pun juga akan baik, dan mampu menaungi harapan semua pihak. Yang mana tentunya juga dapat meminimalisir dampak negatif kedepannya.

Pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan “Coaching”.

Coaching merupakan salah satu paradigma berpikir memberdayakan yang bisa dilakukan dalam supervisi akademik. Karena melalui coaching, menggunakan alur TIRTA (Tujuan umum, Identifikasi, Rencana aksi, dan TAnggung jawab)  seseorang (coach) dapat mengambil keputusan dalam pendampingan diri rekannya melalui penggalian potensi-potensi yang dimiliki oleh rekan tersebut (coachee). Sehingga rekan tersebut dapat memberikan solusi dari apa yang dihadapi secara mandiri, dan tentunya akan lebih mudah dilakukan dan dipertanggungjawabkan sebab berasal dari potensi dan pemikirannya sendiri.

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika.

Sebagai seorang guru, tentu harus mampu menguasai diri dalam kontrol sosial dan emosional di dalam dirinya. Ketika akan mengambil suatu keputusan yang pelik, guru harus berupaya menenangkan diri dengan teknik STOP (Stop, Take a breath, Observe, Proceed) sehingga dapat menghasilkan mindfullness (kesadaran penuh). Dalam kondisi yang seperti ini, tentu akan lebih tenang dan secara sadar dapat menghasilkan keputusan yang lebih maksimal dan dapat meminimalisir kesalahan.

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali pada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Apakah teman-teman pernah menghadapi permasalahan atau kasus di tempat bertugas? Ketika seorang guru telah berpedoman dengan nilai-nilai kebajikan (kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, kepedulian, keadilan, dsb) maka guru tersebut akan dengan mudah dapat membedakan permasalahan yang dihadapi tergolong kedalam bujukan moral ataukah dilema etika. Ketika permasalahan yang dihadapi masuk kedalam bujukan koral, tentu guru akan dengan mudah menyadari dan memahami untuk menghindarinya. Namun jika permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika yang dianalisis dengan paradigma prinsip serta 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, maka guru tersebut akan berusaha kuat dan berupaya mengambil keputusan yang terbaik dari segala pilihan keputusan baik yang ada.

Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.

Pada saat seorang pemimpin pembelajaran telah melakukan uji langkah pengambilan keputusan, dan permasalahan yang dihadapi adalah dilema etika tentu tujuan utama beliau dalam mengambil keputusan adalah untuk menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Tentunya harus ditentukan paradigma mana yang akan dipilih, langkah utama apa yang akan diambil, siapa saja yang dianggap dapat membantu memudahkan dalam pengabilan keputusan.

Tantangan di lingkungan saya untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan.

Adapun tantangan yang ada di dalam lingkungan saya dalam pengambilan keputusan ialah masih adanya perbedaan dalam cara melihat suatu permasalahan, serta perbedaan pemikiran dan pendapat akan suatu hal. Belum lagi jika ada ‘gap’ didalam lingkungan tersebut. Sehingga akan muncul individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan kasihan, serta kebenaran lawan kesetiaan. Dengan demikian tentunya perlu keberhati-hatian dalam pengambilan keputusan, agar tidak menyakiti perasaan satu dengan yang lain, dan tetap mengutamakan keberpihakan pada murid.

Pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid.

Pembelajaran haruslah berpihak pada murid, sedangkan kondisi murid kita beragam. Kita harus memperhatikan kebutuhan para murid, kesiapan murid, dan bahkan minat serta profil murid. Ketika seorang pemimpin pembelajaran telah memahami kebutuhan murid, maka akan dengan mudah memutuskan langkah apa yang akan diambil. Bisa dilakukan dengan pembelajaran berdiferensiasi konten, proses, ataupun produk. Sehingga pembelajaran yang dilakukan mampu mengakomodir kebutuhan belajar murid dan tujuan pembelajaran yang diharapkan pun akan dengan mudah tercapai.

Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid.

Setiap murid terlahir dengan potensinya masing-masing. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangan yang melekat di dalam diri mereka. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran tentu harus mampu mengambil keputusan yang bemuara dalam menggali potensi-potensi terbaik muridnya. Yang mana dapat dilakukan dengan memberikan dorongan agar murid dapat emmunculkan motivasi intrinsik di dalam dirinya untuk melakukan hal-hal baik yang berguna bagi kehidupannya di saat ini maupun di masa yang akan datang. Dengan demikian keputusan yang diambil akan tertanam dan menghasilkan manfaat baik masa kini ataupun nanti.

Kesimpulan akhir modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin jika dikaitkan dengan modul sebelumnya.

Saat mengambil keputusan, kita harus memahami murid kita, serta menuntun murid sesuai kodratnya mencapai kebahagiaan mereka (modul 1.1). dengan berpegang pada nilai dan peran guru penggerak, seorang pemimpin pembelajaran mengutamakan keberpihakan kepada murid (modul 1.2). Harus berpedoman dalam nilai-nilai kebajikan dan prinsip yang ada, disusun berdasar alur BAGJA (Buat Pertanyaan – Ambil Pelajaran – Gali Mimpi – Atur Eksekusi – Jabarkan Rencana) sesuai dengan visi dan harapan yang diimpikan (modul 1.3). Dengan keputusan yang diambil mampu memaksimalkan motivasi intrinsik dari dalam diri murid untuk melakukan kebaikan di dalam kehidupan mereka (modul 1.4). Keputusan yang diambil berdasarkan kebutuhan belajar murid dengan pembelajaran berdiferensiasi sehingga membuat murid merasa diterima (modul 2.1). Dalam kondisi mindfullness dan proses coaching yang baik, maka keputusan yang diambil dapat sesuai dengan kebutuhan murid kita dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki (modul 2.2 dan 2.3).

Pengambilan keputusan dalam situasi moral dilema.

Tentu sebagai pemimpin pembelajaran kita pernah mengalami dilema moral/etika. Ya, meskipun itu tanpa kita sadari belum sesuai dengan alur paradigma dan pengambilan keputusan pasti kita akan berupaya memberikan keputusan yang terbaik untuk murid kita. Tentunya hal yang berbeda setelah mempelajari modul pengambilan keputusan, karena keputusan yang diambil bisa dilakukan dengan tata cara dan alur yang lebih runtut dan sistematis sesuai dengan paradigma dan prinsip pengambilan keputusan.

Dampak mempelajari modul Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin.

Hal yang tadinya tidak kita lakukan dalam pengambilan keputusan, dapat kita lakukan setelah mempelajari modul ini, misalnya kita jadi lebih memahami prinsip pengambilan keputusan mana yang akan kita jadikan tumpuan (berbasis hasil akhir kah? Berbasis peraturan kah? Atau bisa jadi berbasis rasa peduli), lantas bisa dilanjutkan dengan menguji apakah permasalahan tersebut masuk dilema etika atau bujukan moral dengan  melakukan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan. Dengan demikian penyelesaian masalah yang dilakukan dapat dilakukan dengan terstruktur sehingga dapat menghasilkan keputusan yang sesuai dengan harapan. Tentunya dengan berkolaborasi bersama pihak-pihak yang dirasa dapat memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan.

Pentingkah mempelajari modul Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin?

Tentu penting dong, karena sebagai manusia pasti selalu dihadapkan dengan suatu masalah. Layaknya masakan akan hambar tanpa garam. Demikian dengan hidup, masalah dapat memberikan rasa di kehidupan kita dan akan menempa kita emnjadi lebih kuat. Dengan mempelajari modul ini, kita dapat memiliki pengetahuan dalam penyelesaian masalah yang terjadi dengan pengambilan keputusan yang lebih teliti, dan tidak terburu-buru. Dengan belajar modul ini, kita bisa mengukur sejauh mana keputusan yang diambil dapat berdampak positif untuk saat ini maupun nanti.

 

Kita uda di penghujung pembahasan kali ini nih, jika teman-teman memiliki saran ataupun ada hal yang ingin didiskusikan, boleh nih kita sharing bersama dikolom komentar. Saya tunggu yaaa... ^^